
Evaluasi Menyeluruh Sistem Pemilu
Salah satu isu penting yang turut dibahas dalam forum tersebut adalah perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemilu yang berlaku saat ini. Rahmat menyebutkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terakhir mengenai sistem proporsional terbuka menjadi momentum untuk merefleksikan arah demokrasi Indonesia ke depan.
“Keputusan MK harus dijadikan pijakan untuk memperkuat sistem, bukan hanya diperdebatkan secara politik. Kita perlu mendesain ulang sistem yang lebih inklusif, efisien, dan mengurangi potensi konflik di masyarakat,” ujar Rahmat.
Ia juga mengingatkan bahwa sistem pemilu yang baik tidak boleh hanya menguntungkan kelompok tertentu. Prinsip keadilan, keterwakilan, serta efisiensi anggaran harus menjadi pijakan utama dalam perumusan sistem baru untuk 2029.
Menurutnya, tantangan demokrasi saat ini tidak lagi sekadar menjaga partisipasi masyarakat dalam pemilu, tetapi memastikan partisipasi tersebut bermakna. Banyak masyarakat yang ikut memilih, namun tidak benar-benar memahami dampak dari pilihan politik mereka.
🔹 Pentingnya Pendidikan dan Literasi Politik
Dalam konteks ini, Rahmat juga menekankan pentingnya pendidikan politik yang berkelanjutan bagi masyarakat. Menurutnya, literasi politik yang rendah masih menjadi hambatan besar dalam mewujudkan demokrasi yang substantif.
“Demokrasi yang berkualitas berawal dari masyarakat yang cerdas secara politik. Jika rakyat tidak memahami hak dan tanggung jawabnya, maka sistem sebaik apa pun tidak akan berjalan efektif.” ujar anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Barat tersebut.
Ia mencontohkan, di banyak daerah masih terjadi praktik politik uang, intimidasi, dan manipulasi informasi karena kurangnya kesadaran politik masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan politik harus diperkuat, tidak hanya menjelang pemilu, tetapi juga menjadi bagian dari kurikulum sosial yang berkesinambungan.
Rahmat menyarankan agar pemerintah, partai politik, dan lembaga pendidikan bekerja sama mengembangkan program literasi politik berbasis komunitas. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga aktor aktif dalam proses demokrasi.
Menuju Demokrasi yang Berbasis Ilmu Pengetahuan
Rahmat menilai bahwa masa depan demokrasi Indonesia harus dibangun di atas fondasi pengetahuan dan inovasi. Pemilu sebagai mekanisme utama demokrasi harus terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, termasuk kemajuan teknologi informasi dan data digital.
Ia mengusulkan agar pemilu ke depan memanfaatkan sistem digital yang lebih transparan dan akuntabel, tentunya dengan tetap menjaga keamanan data dan privasi publik.
“Kita tidak bisa menolak perkembangan teknologi. Tapi yang terpenting adalah memastikan bahwa teknologi tersebut memperkuat integritas pemilu, bukan justru membuka celah baru untuk manipulasi.” tegasnya.
Dengan pendekatan berbasis data dan inovasi teknologi, proses rekapitulasi suara, verifikasi peserta, hingga distribusi logistik pemilu bisa dilakukan lebih cepat, efisien, dan transparan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi konflik serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap hasil pemilu.















