
CIREBON – Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, melakukan kunjungan ziarah ke makam salah satu ulama besar yang berada di kompleks Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, pada awal tahun 2025 ini. Ziarah tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap para sesepuh dan tokoh penyebar agama Islam di Nusantara.
Gibran disambut hangat oleh pengasuh Pondok Pesantren Buntet. Dalam kunjungannya, Gibran menyatakan bahwa ziarah ini adalah kesempatan untuk mengambil pelajaran berharga dari sejarah perjuangan dan nilai-nilai keislaman yang telah diajarkan para ulama.
“Kami datang untuk menghormati dan mendoakan para pendahulu. Nilai-nilai yang diwariskan oleh ulama Buntet sangat relevan untuk memajukan bangsa, khususnya dalam menjaga persatuan dan membangun karakter generasi muda,” ujar Gibran. Kunjungan ini memperkuat komitmennya dalam menjalin silaturahmi dengan berbagai tokoh dan lembaga keagamaan.
Gibran Ziarah ke Makam Ulama Besar Buntet 2025
Suasana Pondok Buntet Pesantren di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tampak khidmat pada Kamis malam. Dalam temaram cahaya lampu dan lantunan doa para santri, Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka melakukan ziarah ke makam ulama besar, Kiai Haji Abbas Abdul Jamil, atau yang lebih dikenal dengan sebutan K.H. Abbas Buntet.
Kegiatan ziarah tersebut berlangsung di Kompleks Pemakaman Gajah Ngambung, kawasan Pondok Buntet Pesantren, Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura. Wapres Gibran tiba menjelang malam dan disambut hangat oleh pengasuh pesantren, para kiai, santri, serta jajaran pejabat setempat yang turut mendampingi.
Menurut keterangan resmi dari Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) di Jakarta pada Jumat (24/10), kunjungan tersebut merupakan bagian dari agenda kerja Wapres di wilayah Cirebon. Selain memperkuat silaturahmi dengan para tokoh agama, kegiatan ini juga menjadi wujud penghormatan negara terhadap peran besar ulama dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Ziarah ini menjadi bentuk penghormatan Wapres terhadap jasa dan pengabdian para ulama, khususnya K.H. Abbas Buntet, yang telah menanamkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan semangat perjuangan bagi generasi bangsa.” tulis keterangan resmi Setwapres.
K.H. Abbas Buntet, Ulama Pejuang dan Panglima Santri
Nama K.H. Abbas Abdul Jamil menempati tempat tersendiri dalam sejarah perjuangan bangsa. Lahir di Cirebon pada akhir abad ke-19, beliau merupakan salah satu ulama karismatik yang tidak hanya fokus dalam bidang dakwah dan pendidikan pesantren, tetapi juga aktif dalam perlawanan terhadap penjajah.
Sebagai pengasuh Pondok Buntet Pesantren, K.H. Abbas dikenal luas karena kemampuannya memadukan ajaran Islam dengan nilai-nilai kebangsaan. Di masa penjajahan Belanda dan Jepang, pesantren yang diasuhnya menjadi pusat pergerakan santri yang menanamkan semangat cinta tanah air dan jihad fi sabilillah.
Peran monumental K.H. Abbas tercatat dalam sejarah Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Pada masa itu, Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), menunjuknya sebagai Panglima Perang dari kalangan santri. Dalam berbagai catatan sejarah, K.H. Hasyim bahkan pernah berkata bahwa pertempuran baru akan dimulai setelah kedatangan “Macan dari Jawa Barat”, julukan yang disematkan kepada K.H. Abbas karena keberaniannya di medan tempur.
Dengan kepemimpinannya yang tegas dan keberanian luar biasa, K.H. Abbas bersama para santri dan laskar rakyat dari Cirebon turut memperkuat barisan pejuang di Surabaya. Mereka berjuang melawan pasukan Sekutu yang mencoba merebut kembali Indonesia pasca-proklamasi kemerdekaan.
Nilai Keikhlasan dan Cinta Tanah Air yang Tak Lekang Waktu
Lebih dari sekadar tokoh sejarah, K.H. Abbas meninggalkan warisan nilai moral dan spiritual yang masih dipegang teguh oleh santri Buntet hingga kini. Pesan-pesan beliau tentang keikhlasan berjuang, cinta tanah air, dan semangat kebersamaan terus diajarkan dalam setiap kegiatan pendidikan dan pengajian di pesantren tersebut.
Para santri mengenang Kiai Abbas bukan hanya sebagai pemimpin pesantren, tetapi juga teladan yang hidup dalam keseharian mereka. Tradisi ziarah ke makam beliau setiap tahun menjadi salah satu bentuk penghormatan sekaligus pengingat bagi generasi muda tentang pentingnya menjaga warisan perjuangan dan keimanan.
Dalam konteks kekinian, nilai-nilai tersebut sangat relevan. Ketika bangsa menghadapi berbagai tantangan modern — mulai dari disrupsi teknologi hingga pergeseran nilai sosial — pesan moral K.H. Abbas menjadi pondasi spiritual dan etika kebangsaan yang tetap kokoh.













