
Jakarta – Anggapan mobil listrik itu mahal memang tidak salah. Lihat saja banderolnya, sebagian besar masih di atas rata-rata mobil konvensional. Namun, tunggu dulu! Ada satu komponen biaya yang bisa bikin kamu geleng-geleng kepala saking murahnya, yaitu pajak tahunan.
Ya, di tengah harga jual yang fantastis, pajak tahunan mobil listrik (Electric Vehicle/EV) ternyata sangat ramah di kantong, bahkan bisa di bawah Rp 150 ribu!
Bayangkan, sebuah mobil listrik dengan harga ratusan juta hingga miliaran rupiah, yang jika menggunakan mesin bensin pajaknya bisa mencapai puluhan juta per tahun, kini pemiliknya hanya perlu merogoh kocek untuk biaya yang tak sampai satu lembar uang seratus ribuan plus receh.
Mobil Listrik Mahal Pajaknya di Bawah 150 Ribu
Mobil listrik kerap dicap sebagai barang mewah dengan harga selangit. Namun, di balik banderol ratusan juta hingga miliaran rupiah, tersimpan ‘harta karun’ yang membuat iri pemilik mobil bensin: pajak tahunan yang super ringan, bahkan tak sampai Rp 150 ribu!
Fenomena ini bukan isapan jempol. Para pemilik mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV) benar-benar hanya merogoh kocek untuk biaya administrasi yang sangat kecil. Bahkan, mobil-mobil premium seperti BMW iX, Toyota bZ4X, hingga Hyundai Ioniq 5 bisa memiliki tagihan pajak yang sama murahnya dengan mobil mungil sekelas Wuling Air EV.
Pajak Rp 143.000: Nol Persen PKB dan BBNKB
Angka Rp 143.000 yang sering disebut-sebut sebagai pajak tahunan mobil listrik sejatinya adalah komponen tunggal yang wajib dibayar di luar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) = 0%
Ini adalah jantung dari keringanan pajak mobil listrik. Pemerintah pusat melalui regulasi dan pemerintah daerah (Gubernur) melalui Peraturan Gubernur (Pergub) telah memberikan insentif luar biasa berupa pembebasan total atau pengurangan drastis untuk PKB:
- Pembebasan Penuh (0%): Di beberapa daerah seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat, PKB untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) ditetapkan sebesar 0% dari Dasar Pengenaan PKB. Artinya, nilai PKB-nya tidak ada (nol rupiah).
- Pengurangan Maksimal (10%): Di daerah lain yang belum membebaskan total, Pajak Kendaraan Bermotor mobil listrik ditetapkan maksimal hanya 10% dari tarif PKB normal mobil konvensional (mengacu pada Permendagri No. 1 Tahun 2021). Meski begitu, banyak provinsi memilih menerapkan tarif 0% untuk PKB.
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) = 0%
Saat pembelian mobil baru atau balik nama, pemilik mobil listrik juga diuntungkan. BBNKB untuk KBLBB di banyak provinsi juga dibebaskan 100% atau ditetapkan 0%. Ini memangkas biaya awal kepemilikan mobil listrik secara signifikan.
3. Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) = Rp 143.000
Komponen inilah yang menjadi ‘tagihan wajib’ tahunan. SWDKLLJ adalah sumbangan wajib dari pemilik kendaraan bermotor sebagai premi asuransi kecelakaan yang dikelola oleh Jasa Raharja. Besaran ini relatif sama untuk semua mobil penumpang, dan nilainya saat ini adalah Rp 143.000.
4. Pajak Progresif = Dibebaskan
Pemilik mobil listrik, meskipun sudah punya lebih dari satu mobil, tidak akan dikenakan pajak progresif. Ini adalah insentif tambahan untuk mendorong peralihan ke kendaraan listrik tanpa khawatir beban pajak berganda.
Rincian Pajak Tahunan (Tahun ke-2 hingga ke-4)
Dengan insentif PKB 0% di sebagian besar daerah, rincian biaya yang harus dibayar saat perpanjangan STNK tahunan (kecuali tahun ke-5) adalah:
Komponen Biaya | Tarif Mobil Listrik | Keterangan |
PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) | Rp 0 | Insentif Pembebasan Penuh di banyak daerah. |
SWDKLLJ | Rp 143.000 | Wajib dibayar untuk Jasa Raharja. |
Biaya Administrasi STNK (Pengesahan) | Rp 0 (Sudah termasuk dalam SWDKLLJ atau dihilangkan di beberapa daerah) | Dapat bervariasi, namun biaya wajib tahunan sangat kecil. |
TOTAL WAJIB BAYAR | ± Rp 143.000 | Pajak tahunan yang super ‘receh’. |
Contoh Kasus: Mobil Listrik Rp 1 Miliar vs Mobil Bensin Rp 300 Juta
Perbedaan pajak ini terlihat jelas saat membandingkannya dengan mobil bensin.
Jenis Mobil | Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) | Perkiraan PKB Normal (1.5%) | Pajak Tahunan Akhir |
SUV Bensin | Rp 300.000.000 | Rp 4.500.000 | ± Rp 4.643.000 |
SUV Listrik Mewah | Rp 1.000.000.000 | Rp 0 (Insentif) | ± Rp 143.000 |
Perbedaan beban pajak tahunan mencapai puluhan kali lipat, meskipun harga jual mobil listrik jauh lebih tinggi.
Kebijakan ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk menekan emisi karbon sekaligus membuat biaya operasional mobil listrik menjadi sangat efisien, sehingga semakin menarik minat masyarakat untuk beralih.
JAMINAN HEMAT JUTAAN! Insentif Pajak Mobil Listrik ‘Receh’ Jadi Strategi Jitu Dorong Industri Lokal
Angka Rp 143 ribu sebagai biaya pajak tahunan mobil listrik terus menjadi perbincangan hangat. Angka ini seolah membalik logika, di mana kendaraan yang dijual dengan harga premium justru memiliki beban kepemilikan tahunan yang super ekonomis. Lebih dari sekadar keringanan, insentif pajak ini ternyata merupakan strategi fundamental pemerintah untuk mencapai dua tujuan besar: mempercepat transisi energi dan menumbuhkan industri otomotif berbasis listrik di dalam negeri.
Bukan Cuma PKB, Ini Insentif Pajak Lengkap Mobil Listrik
Keringanan pajak mobil listrik sejatinya bukan hanya berlaku untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tahunan, tetapi mencakup seluruh ekosistem perpajakan, mulai dari saat pembelian hingga kepemilikan. Berikut rincian insentif lengkapnya, yang menjadi alasan total biaya pajak tahunan hanya menyentuh angka SWDKLLJ (Rp 143.000):
Jenis Pajak | Mobil Bensin Konvensional (Rata-rata) | Mobil Listrik Murni (BEV) | Dasar Hukum |
PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) | 10% hingga 40% (tergantung CC dan Emisi) | 0% | Perpres No. 55 Tahun 2019 & PP No. 74 Tahun 2021 |
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) | 12% (Normal) | 1% – 2% (Sisanya ditanggung Pemerintah/DTP) | PMK No. 38 Tahun 2023 |
BBNKB (Bea Balik Nama) | Sekitar 10% – 12,5% dari NJKB | 0% (di banyak daerah seperti DKI Jakarta & Jabar) | UU HKPD & Pergub Daerah |
PKB (Pajak Tahunan) | Sekitar 1,5% – 2% dari NJKB | 0% (di banyak daerah) atau maks. 10% dari tarif normal | UU HKPD & Permendagri No. 1/2021 |
Pajak Progresif | Berlaku untuk kepemilikan ke-2 dan seterusnya | Dikecualikan | UU HKPD & Pergub Daerah |
Siasat Negara: Menekan Harga Jual Lewat Insentif PPN
Selain PKB 0%, insentif PPN menjadi alat penekan harga yang paling signifikan di awal pembelian. Pemerintah hanya membebankan PPN sebesar 1% – 2% dari harga jual, dengan syarat mobil listrik tersebut telah memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%.
“Dukungan insentif ini sengaja diberikan secara komprehensif, mulai dari pembebasan Bea Masuk, PPnBM, BBNKB, hingga PKB yang sangat rendah. Tujuannya agar harga mobil listrik dapat lebih kompetitif dan industri manufaktur dalam negeri semakin terpacu memproduksi komponen lokal,” jelas sumber detikOto dari Kementerian Perindustrian.
Strategi ini terbukti jitu. Dengan PKB dan BBNKB nol persen, masyarakat tak lagi terbebani biaya tahunan yang mencekik. Dana yang dihemat dari pajak mobil bensin dapat dialokasikan untuk biaya lain, seperti pengisian daya di rumah yang juga jauh lebih murah daripada membeli BBM.
Sampai Kapan Insentif Ini Berlaku? Wajib Tahu!
Meski PKB 0% diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) dan Peraturan Gubernur yang berlaku permanen (hingga ada perubahan), ada beberapa insentif lain yang bersifat sementara:
- Insentif PPN DTP (1%-2%) dan Bea Masuk 0% untuk mobil listrik impor utuh (CBU) ditetapkan berlaku hingga akhir tahun 2025.
- Mulai 1 Januari 2026, insentif untuk mobil listrik impor berpotensi dicabut. Ini berarti mobil listrik impor akan dikenakan tarif Bea Masuk (BM) normal 50%, PPnBM 15%, dan PPN 11% penuh.
Pencabutan insentif impor ini adalah sinyal tegas dari pemerintah: Indonesia ingin bertransformasi menjadi basis produksi mobil listrik, bukan hanya pasar. Hal ini memicu percepatan pembangunan pabrik, peningkatan TKDN, dan penciptaan lapangan kerja di sektor hilirisasi nikel dan komponen baterai.
Maka, bagi Anda yang berniat beralih, saat ini adalah momentum emas. Mobil listrik memberikan keuntungan finansial jangka panjang yang sulit ditandingi mobil konvensional, menjadikannya pilihan investasi yang cerdas di era ramah lingkungan
Mimpi Manis yang Belum Sempurna: Tantangan Infrastruktur dan Jarak Tempuh
Keringanan pajak yang ekstrem ini memang menciptakan hype dan insentif finansial yang kuat bagi calon pembeli. Namun, di balik ‘bulan madu’ pajak super murah ini, ekosistem kendaraan listrik di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama di luar pulau Jawa.
1. Infrastruktur Pengisian yang Belum Merata
Salah satu hambatan terbesar adalah ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Meskipun pembangunan terus digencarkan oleh PLN dan swasta, sebarannya masih terpusat di kota-kota besar.
- Isu Range Anxiety: Kekhawatiran akan kehabisan baterai di tengah perjalanan jauh (range anxiety) masih menghantui, terutama saat menempuh rute antar kota atau antar provinsi. Hal ini berbeda dengan mobil bensin yang memiliki ketersediaan SPBU yang sangat meluas.
- Waktu Pengisian: Meskipun pengisian di rumah (home charging) menjadi solusi harian, waktu pengisian di SPKLU yang relatif lebih lama dibandingkan pengisian BBM, juga menjadi pertimbangan penting bagi pengguna yang memiliki mobilitas tinggi.
2. Harga Baterai dan Dampak Purnajual
Komponen baterai menyumbang sekitar 40% dari total harga mobil listrik. Meskipun PKB-nya murah, biaya penggantian baterai di masa depan masih menjadi momok yang mengganjal niat beli sebagian besar masyarakat.
- Peluang Industri Lokal: Pemerintah berharap, insentif pajak yang masif ini akan mendorong investasi dalam negeri untuk memproduksi baterai dan komponen EV secara lokal (mencapai TKDN 40% ke atas), yang pada akhirnya akan menekan harga jual mobil dan biaya penggantian baterai.
Kesaksian Pengguna: ‘Seperti Punya Mobil Gratisan’
Fenomena pajak Rp 143.000 ini dirasakan betul oleh para pengguna EV. Bagi mereka, biaya kepemilikan tahunan menjadi sangat ringan, seolah-olah memiliki ‘mobil gratisan’ karena selisih penghematan pajak dialihkan untuk keperluan lain.
Darma, seorang pemilik Wuling BinguoEV di Denpasar, mengaku penghematan pajak ini sangat terasa. “Dulu saya bayar pajak mobil bensin Rp 3 juta per tahun. Sekarang cuma bayar SWDKLLJ. Sisanya bisa saya alihkan untuk biaya charging di rumah, itu pun sangat hemat dibandingkan beli BBM,” ujarnya.
Pengalaman serupa dirasakan oleh pemilik mobil listrik premium, yang biasanya merogoh kocek puluhan juta untuk pajak. Dengan biaya tetap Rp 143.000, mobil-mobil mewah listrik kini dinilai menawarkan value kepemilikan yang jauh lebih baik dan bergengsi.
Singkat kata, insentif pajak mobil listrik adalah peluang besar yang ditawarkan pemerintah kepada konsumen untuk turut serta dalam transisi energi, sambil menikmati penghematan biaya kepemilikan tahunan yang fantastis. Namun, keputusan beralih sepenuhnya tetap bergantung pada kesiapan infrastruktur dan kalkulasi biaya purnajual jangka panjang.
Mobil Listrik: Bukan Hanya Hemat Pajak, Tapi Juga Bebas Ganjil Genap
Dampak positif dari keringanan pajak ini tidak berhenti pada urusan dompet. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberikan insentif non-fiskal yang tak kalah menarik bagi pemilik mobil listrik: bebas dari aturan ganjil genap (Gage).
Kebijakan ini menjadi ‘bonus’ tersendiri, terutama bagi para komuter yang sehari-hari harus beraktivitas di area-area padat ibu kota. Keputusan ini didasarkan pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2019 yang membebaskan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dari pembatasan lalu lintas ganjil genap.
“Bagi kami yang setiap hari harus bolak-balik masuk Sudirman dan Thamrin, bebas Gage ini nilai ekonominya bisa jutaan per bulan. Kami tidak perlu khawatir kena tilang atau harus putar-putar cari jalan alternatif. Ditambah pajak cuma Rp 143 ribu, ini keuntungan ganda,” kata Rian, seorang eksekutif di Jakarta yang kini menggunakan Hyundai Ioniq 5.
Insentif non-fiskal ini efektif mendorong adopsi mobil listrik di wilayah perkotaan, di mana efisiensi waktu dan kemudahan mobilitas menjadi faktor penentu utama.
Proyeksi Masa Depan: Akankah Pajak 143 Ribu Bertahan Selamanya?
Melihat betapa masifnya insentif ini, pertanyaan besar yang muncul di benak masyarakat adalah: apakah keringanan pajak ini akan terus berlaku, atau hanya sementara?
Pemerintah memang memberikan sinyal bahwa insentif seperti pembebasan PPnBM dan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) hanya akan berlaku hingga akhir 2025, khususnya bagi mobil impor CBU, sebagai dorongan awal agar pabrikan segera berinvestasi dan meningkatkan TKDN.
Namun, untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama (BBNKB) yang ditetapkan nol persen di level daerah, aturannya berpotensi berlaku lebih lama, bahkan bersifat permanen, selama Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) dan peraturan turunannya tidak direvisi.
- Fokus Bergeser ke TKDN: Setelah 2025, fokus insentif akan bergeser total ke kendaraan listrik yang diproduksi di dalam negeri dengan TKDN tinggi. Mobil listrik yang masih diimpor utuh akan kehilangan sebagian besar insentifnya (seperti BM dan PPnBM), yang berpotensi menaikkan harga jualnya secara signifikan.
- PKB Sebagai Alat Kebijakan: PKB yang ditetapkan nol persen oleh daerah kemungkinan besar akan dipertahankan dalam jangka panjang sebagai alat kebijakan untuk terus membedakan antara kendaraan ramah lingkungan dengan kendaraan konvensional yang menyumbang emisi.
Intinya, selama pemerintah masih berkomitmen pada target transisi energi, privilege pajak Rp 143 ribu per tahun bagi pemilik mobil listrik berbasis baterai yang sudah beredar di jalanan Indonesia masih akan menjadi kenyataan yang manis. Ini sekaligus menjadi jaminan besar bagi konsumen bahwa biaya kepemilikan mobil listrik akan tetap jauh lebih rendah dibandingkan mobil konvensional.
Peran Industri Lokal: Mengubah Insentif Pajak Menjadi Investasi Nyata
Keringanan pajak yang ‘receh’ ini bukan sekadar hadiah bagi konsumen, tetapi merupakan mekanisme pasar yang dirancang untuk menarik investasi besar ke sektor manufaktur dalam negeri. Para pabrikan mobil global seperti Hyundai, Wuling, hingga BYD merespons dengan membangun fasilitas produksi dan memperluas jaringan suku cadang.
Tuntutan untuk memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40% agar mobil listrik tetap dapat menikmati diskon PPN DTP (1% – 2%) telah menciptakan efek domino:
- Hilirisasi Nikel: Permintaan baterai yang diproduksi lokal melonjak, mempercepat proyek hilirisasi nikel, mineral kunci dalam pembuatan baterai, yang dimiliki Indonesia dalam jumlah melimpah.
- Transfer Teknologi: Pabrikan terpaksa melakukan transfer teknologi dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) lokal untuk menguasai perakitan dan perawatan komponen-komponen EV berteknologi tinggi.
- Ekspor EV: Dengan basis produksi yang kuat, Indonesia diproyeksikan menjadi hub produksi mobil listrik setir kanan untuk pasar global, khususnya Asia Tenggara, mengubah status Indonesia dari pasar impor menjadi eksportir.
Jongkie D. Sugiarto, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), sebelumnya menekankan bahwa harga mobil listrik akan benar-benar terjangkau jika komponen utamanya, terutama baterai, diproduksi secara massal di Indonesia.
“Insentif pajak ini adalah jembatan. Jembatan yang membuat masyarakat mau beli, dan jembatan yang memaksa pabrikan mau investasi. Tujuannya jelas, menekan harga jual mobil listrik di bawah Rp 300 juta agar bisa dijangkau pasar terbesar kita, seperti mobil konvensional,” tegas Jongkie dalam berbagai kesempatan.
Kesimpulan: Biaya Kepemilikan EV, Jaminan Paling Menenangkan
Pada akhirnya, meskipun harga beli awal mobil listrik masih tergolong tinggi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, keringanan pajak tahunan yang hanya Rp 143.000 (biaya SWDKLLJ) dan insentif bebas ganjil genap memberikan jaminan biaya operasional jangka panjang yang sangat menenangkan.
Insentif fiskal dan non-fiskal ini secara kolektif telah berhasil menciptakan gelombang minat baru. Bagi konsumen, mobil listrik kini bukan lagi sekadar tren lingkungan, tetapi kalkulasi finansial yang sangat masuk akal. Indonesia telah membuktikan, bahwa barang mahal pun bisa memiliki pajak yang ‘receh’, asalkan itu adalah investasi bagi masa depan hijau.
RESMI! Toyota Veloz Hybrid 2025 Siap Meluncur: Mengubah Peta Persaingan MPV Indonesia
Terbongkar: 5 Dosa Maut yang Menghantui Mobil China di Pasar Global
TENTANG DISKUSIBERITA.COM
DiskusiBerita.com adalah portal berita independen yang menyajikan informasi aktual, akurat, dan berimbang. Kami menghadirkan berita nasional, ekonomi, teknologi, hiburan, hingga opini publik dengan gaya profesional dan terpercaya. Di sini, setiap fakta layak dibahas, dan setiap suara berhak untuk didengar secara cerdas dan objektif.
Keunggulan DiskusiBerita.com
DiskusiBerita.com tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga menghadirkan analisis mendalam dan sudut pandang kritis. Setiap artikel kami dirancang untuk mengajak pembaca berpikir, bukan sekadar membaca.
Kami berdiri tanpa intervensi politik maupun kepentingan bisnis tertentu. Integritas dan objektivitas adalah fondasi utama dalam setiap pemberitaan yang kami sajikan.
Setiap berita dikurasi agar relevan dan berdampak. Kami fokus memberikan pemahaman yang mendalam, bukan sekadar mengejar angka views.
Kami membuka ruang bagi pembaca untuk berpendapat dan berdiskusi langsung di setiap topik — karena suara publik adalah bagian penting dari kebenaran.
Tampilan cepat, responsif, dan fitur interaktif kami dirancang untuk pengalaman membaca modern di semua perangkat.
Kami menjadi mitra strategis bagi brand untuk menghadirkan konten promosi yang elegan dan kredibel, menjaga keseimbangan antara nilai jurnalistik dan kepentingan bisnis.
SATU KLIK DISKUSIBERITA SEMUA INFORMASI TERKINI
NASIONAL Berita dan ulasan mendalam seputar isu-isu terkini di dalam negeri, meliputi perkembangan sosial, budaya, kriminal, dan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan masyarakat Indonesia.
INTERNATIONAL Liputan komprehensif dari seluruh penjuru dunia, mencakup peristiwa global, hubungan antarnegara, konflik, kerjasama, dan perkembangan yang memengaruhi skala internasional.
POLITIK Analisis dan laporan tentang dinamika politik, pemerintahan, pemilu, kebijakan, serta tokoh-tokoh politik di tingkat nasional maupun daerah.
TEKNOLOGI Informasi terbaru tentang inovasi teknologi, gawai, aplikasi, perkembangan digital, ilmu pengetahuan, serta tips dan trik dunia teknologi.
OLAHRAGA Berita, skor, dan ulasan lengkap dari berbagai cabang olahraga, baik lokal maupun internasional, termasuk sepak bola, bulu tangkis, basket, dan event olahraga besar lainnya.
OTOMOTIF Berita terbaru tentang industri kendaraan, peluncuran mobil dan motor baru, modifikasi, tips perawatan, serta ulasan seputar dunia transportasi.
FINANSIAL Panduan dan berita seputar keuangan pribadi, investasi, pasar modal, ekonomi makro, bisnis, perbankan, dan tips mengelola uang untuk mencapai kebebasan finansial.
HIBURAN Segala hal tentang dunia entertainment, mulai dari kabar selebriti, resensi film, musik, game, hingga tren gaya hidup dan budaya populer yang sedang hangat.
WISATA Inspirasi destinasi perjalanan, ulasan tempat wisata populer, tips traveling, kuliner, dan panduan liburan menarik dari seluruh Indonesia dan mancanegara.
ENTERTAINMENT Kategori Entertainment di DiskusiBerita.com menghadirkan berbagai berita, ulasan, dan tren terkini dari dunia hiburan — baik lokal maupun internasional.
INFORMASI
Diskusi berita adalah lebih dari sekadar forum; ia adalah laboratorium nalar kolektif kita. Mari kita terus bekerja sama, memelihara tempat ini sebagai suar kejelasan di tengah lautan informasi yang membingungkan.
Terima kasih atas partisipasi Anda yang luar biasa. Ingatlah, kekuatan sejati sebuah berita bukan terletak pada seberapa hebohnya ia disiarkan, melainkan pada seberapa cerdas ia didiskusikan.
Sampai jumpa di utas dan topik diskusi berikutnya!
3 thoughts on “HEBOH! Mobil Listrik Mewah, Pajak Cuma Dibawah Rp 150 Ribu”