
Jakarta – ICC Tegaskan Penolakan Banding Israel: Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada 17 Oktober 2025 menolak upaya banding Israel terkait surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Kedua pejabat ini diduga terlibat dalam dugaan pelanggaran hukum internasional, termasuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama operasi militer Israel di Jalur Gaza. Keputusan ini memperkuat putusan awal ICC pada November 2024, menegaskan bahwa tidak ada individu, termasuk pemimpin negara, yang kebal terhadap hukum internasional—sebuah prinsip fundamental akuntabilitas internasional. Penolakan banding ini bukan sekadar penolakan prosedural, tetapi juga sebuah pernyataan tegas mengenai validitas yurisdiksi ICC terhadap dugaan kejahatan perang yang terjadi di wilayah pendudukan Palestina.
5 Fakta Terkuak Kasus ICC: Tolak Banding Israel
Kasus yang menyeret pejabat Israel ke Mahkamah Pidana Internasional berakar dari permintaan penyelidikan yang diajukan oleh Otoritas Palestina pada tahun 2015, menyusul penerimaan Palestina sebagai negara anggota (State Party) Statuta Roma pada tahun 2012. Meskipun status Palestina sebagai negara diakui secara kontroversial di tingkat internasional, pada tahun 2021, Kamar Praperadilan ICC memutuskan bahwa Mahkamah memiliki yurisdiksi teritorial atas situasi di Palestina, mencakup Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.
Pada akhir 2024, Jaksa ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant karena dugaan kebijakan militer yang menimbulkan penderitaan luas warga sipil Gaza. Tuduhan utama berpusat pada kejahatan perang (seperti penggunaan kelaparan sebagai metode perang) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (termasuk pembunuhan dan penyerangan yang disengaja dan sistematis terhadap penduduk sipil). Ini secara langsung terkait dengan eskalasi konflik Gaza yang terjadi sejak Oktober 2023. Tindakan militer Israel, terutama yang berdampak pada fasilitas kemanusiaan dan blokade total, menjadi fokus utama penyelidikan. ICC menilai ada “alasan yang kuat” untuk menduga mereka bertanggung jawab pidana.
Pembatalan Surat Perintah terhadap Pemimpin Hamas
Penting untuk dicatat bahwa dalam pengajuan awal surat perintah pada November 2024, ICC juga sempat menyasar tiga pemimpin Hamas. Namun, surat perintah terhadap pemimpin Hamas tersebut kemudian dibatalkan menyusul laporan yang mengkonfirmasi kematian mereka, yang berarti yurisdiksi personal Mahkamah atas individu-individu tersebut gugur. Hal ini menunjukkan ICC berupaya menegakkan prinsip akuntabilitas internasional secara seimbang, meski banyak kritik dilayangkan terkait waktu dan fokus surat perintah tersebut.
Tantangan Pelaksanaan Surat Penangkapan: Risiko Politik dan Diplomasi Internasional
Meskipun Mahkamah Pidana Internasional telah mengeluarkan dan mempertahankan surat perintah penangkapan, pelaksanaan surat perintah penangkapan tersebut dihadapkan pada risiko politik dan tantangan diplomatik yang sangat besar. ICC tidak memiliki kekuatan polisi sendiri; ia bergantung sepenuhnya pada negara anggota ICC untuk melaksanakan penangkapan.
Kewajiban Negara Anggota ICC
Berdasarkan Statuta Roma, semua negara anggota ICC (saat ini lebih dari 120 negara) memiliki kewajiban hukum untuk menahan Netanyahu dan Gallant jika mereka memasuki wilayah yurisdiksi mereka. Negara-negara Uni Eropa, Jepang, Kanada, dan banyak negara di Amerika Latin dan Afrika berada dalam posisi dilematis ini. Jika salah satu pejabat Israel tersebut mendarat di negara anggota ICC, negara tersebut wajib melaksanakan penangkapan. Kegagalan untuk menahan dapat dianggap melanggar kewajiban Statuta Roma dan dapat memicu kritik atau bahkan sanksi dari badan pengelola ICC.

Peran Negara Non-Anggota
Bagi negara-negara non-anggota ICC seperti Israel, AS, Rusia, dan Tiongkok, surat perintah ini tidak memiliki kewajiban hukum langsung. Namun, mereka masih dapat berkolaborasi dengan ICC di bawah perjanjian ad-hoc. Indonesia, sebagai negara non-anggota, telah menyatakan dukungan kuatnya terhadap langkah ICC, melihatnya sebagai upaya penting untuk mencapai keadilan global.
Reaksi Keras dari Israel dan AS
Netanyahu dan para pejabat tingginya segera mengecam keputusan ICC. Netanyahu menyebutnya sebagai “serangan terhadap kedaulatan Israel” dan “keputusan yang menjijikkan dan bias” yang tidak berdasar secara hukum. Israel berargumen bahwa ICC telah menjadi lembaga yang terpolitisasi, disalahgunakan oleh pihak yang memusuhi Israel. Retorika ini bertujuan untuk mendiskreditkan legitimasi hukum Mahkamah.
Amerika Serikat sebagai sekutu terdekat Israel, menggemakan sentimen tersebut. Meskipun AS telah mencabut sanksi terhadap pejabat ICC yang dijatuhkan pada tahun sebelumnya, AS menyatakan kekecewaannya dan menilai langkah ICC sebagai ekstrem atau tidak proporsional, serta mengklaim ICC tidak memiliki yurisdiksi atas warga negara dari negara non-anggota. Tekanan politik AS memainkan peran krusial dalam dinamika ini, karena AS adalah donor utama bagi banyak negara anggota ICC.
Dukungan Penuh dari Kelompok HAM dan Palestina
Sebaliknya, Otoritas Palestina dan banyak negara anggota ICC, terutama dari Global South, menyambut baik keputusan ini. Mereka melihat penolakan banding sebagai kemenangan bagi akuntabilitas internasional dan korban dalam konflik Timur Tengah.
Organisasi hak asasi manusia terkemuka secara global, seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, merilis pernyataan yang memuji ketegasan ICC.
- Amnesty International (saran link dofollow) menyebut keputusan ini sebagai langkah penting yang tidak bisa diabaikan menuju keadilan. Mereka menekankan bahwa penolakan banding memastikan bahwa proses penyelidikan atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap warga sipil Gaza akan terus berlanjut. Mereka mendesak semua negara anggota ICC untuk menegakkan kewajiban mereka tanpa pengecualian.
- Human Rights Watch (saran link dofollow) menganalisis keputusan tersebut sebagai sinyal kuat bahwa hukum internasional berlaku untuk semua, terlepas dari kekuasaan politik. Mereka menyoroti bahwa surat perintah penangkapan ini berfungsi sebagai penangkal (deterrent) dan sebagai harapan bagi para korban bahwa sistem peradilan internasional, meskipun lambat dan terkendala, pada akhirnya dapat berfungsi.
Implikasi terhadap Kredibilitas ICC dan Hukum Internasional: Ujian Legitimasi
Putusan ICC yang menolak banding Israel bukan hanya berdampak pada individu Netanyahu dan Gallant, tetapi juga menjadi ujian eksistensial bagi kredibilitas ICC itu sendiri dan legitimasi hukum internasional secara keseluruhan.
Menguji Prinsip Universalitas Hukum
Salah satu prinsip inti yang diperjuangkan ICC adalah bahwa tidak ada kekebalan bagi pelaku kejahatan internasional yang paling serius. Dengan menargetkan seorang perdana menteri yang masih menjabat dari negara yang didukung oleh kekuatan global, ICC mengirimkan sinyal kuat bahwa prinsip tanggung jawab pidana individu adalah universal. Keputusan ini memperkuat narasi bahwa Mahkamah bukanlah “macan kertas” yang hanya menargetkan para pemimpin dari negara-negara kecil di Afrika.
Tantangan Konsep Komplementaritas
Penolakan banding ini secara tidak langsung menegaskan ketidakpuasan ICC terhadap sistem peradilan internal Israel. Meskipun Israel mengklaim sistemnya mampu menyelidiki dugaan kejahatan perang, proses ICC menunjukkan keraguan serius terhadap kemampuan atau kemauan Israel untuk melakukan penyelidikan yang jujur dan efektif. Jika kasus ini berlanjut, ini akan menjadi preseden hukum yang mendefinisikan batas-batas prinsip komplementaritas di bawah Statuta Roma.
Risiko Politik dan Potensi Balasan
Di sisi lain, keputusan yang begitu kontroversial meningkatkan risiko politik bagi ICC. Balasan yang mungkin terjadi termasuk penarikan diri negara-negara dari Statuta Roma (seperti yang telah dilakukan Hongaria menjelang kunjungan Netanyahu) atau pemotongan dana oleh negara-negara donor. Amerika Serikat yang memberikan sanksi terhadap hakim-hakim ICC adalah contoh nyata tekanan politik yang bertujuan untuk melemahkan sistem peradilan internasional. Keberhasilan ICC untuk mempertahankan independensi dan menjalankan mandatnya tanpa tunduk pada campur tangan pihak luar adalah kunci untuk menjaga legitimasi hukum Mahkamah.
Kronologi Penting Proses Hukum: Perjalanan Menuju Akuntabilitas
Memahami rangkaian peristiwa yang mengarah pada penolakan banding 17 Oktober 2025 penting untuk menempatkan kasus ini dalam konteks timeline ICC yang lebih luas.
Tanggal | Peristiwa Penting | Keterangan |
5 Februari 2021 | Kamar Praperadilan ICC tegaskan yurisdiksi teritorial atas Palestina. | ICC mengakui yurisdiksi atas Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. |
21 November 2024 | ICC keluarkan surat perintah penangkapan Netanyahu, Gallant, dan tiga pemimpin Hamas. | Berdasarkan dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. |
Desember 2024 | Surat perintah terhadap pemimpin Hamas dibatalkan. | Pembatalan karena laporan kematian individu yang ditargetkan. |
April 2025 | Mahkamah Banding ICC minta prapersidangan meninjau ulang gugatan yurisdiksi Israel. | Keputusan prosedural yang membuka pintu bagi tinjauan substantif yurisdiksi. |
9 Mei 2025 | Israel mengajukan permintaan resmi untuk membatalkan/menangguhkan surat perintah penangkapan. | Merupakan salah satu upaya hukum yang ditolak oleh Kamar Praperadilan pada Juli. |
16 Juli 2025 | ICC menolak permintaan Israel membatalkan surat perintah dan menghentikan penyelidikan. | Menegaskan validitas surat perintah penangkapan yang telah dikeluarkan. |
27 September 2025 | Israel mengajukan banding atas putusan 16 Juli 2025. | Langkah yang kemudian ditolak oleh ICC pada 17 Oktober. |
17 Oktober 2025 | ICC menolak banding Israel. | Menegaskan bahwa surat perintah penangkapan terhadap pejabat Israel tetap berlaku. |
Proses hukum internasional ini menunjukkan bahwa proses di ICC bersifat berjenjang, kompleks, dan memakan waktu, sering kali diintervensi oleh dinamika tekanan politik dan upaya hukum dari pihak-pihak yang terlibat. Penolakan banding pada 17 Oktober 2025 merupakan langkah tegas untuk menjaga momentum akuntabilitas.
Peran Kunci Kamar Praperadilan
Setelah penolakan banding, fokus utama proses hukum internasional beralih kembali ke Kamar Praperadilan I. Kamar ini masih harus memutuskan gugatan substantif Israel mengenai admissibility (kelayakan kasus) di bawah prinsip komplementaritas. Jika Kamar Praperadilan memutuskan bahwa sistem peradilan Israel tidak mampu atau tidak mau menyelidiki kejahatan yang dituduhkan secara bona fide, maka ICC akan menegaskan yurisdiksinya secara penuh.
Jika ICC memenangkan yurisdiksi, proses hukum terhadap Netanyahu dan Gallant akan berlanjut ke tahap pemeriksaan formal, yang dapat diikuti oleh tuntutan pidana resmi. Pada titik ini, peran Jaksa ICC menjadi krusial dalam mengumpulkan bukti dan menyiapkan kasus untuk persidangan.
Masa Depan Keadilan Global
Meskipun tantangan penegakan hukum ICC sangat besar—seperti yang terlihat dari kegagalan untuk menangkap beberapa tokoh yang dicari lainnya—nilai simbolis dan hukum dari penolakan banding ini tidak dapat dilebih-lebihkan. Ini adalah penegasan kembali komitmen Mahkamah terhadap mandatnya: mengakhiri impunitas bagi para pelaku kejahatan internasional yang paling serius. Sistem peradilan internasional memang bergerak lambat, namun setiap keputusan yang menolak upaya untuk menghindari pertanggungjawaban, seperti yang terjadi pada 17 Oktober 2025, memperkuat fondasi keadilan global untuk generasi mendatang.
Prinsip Komplementaritas: ‘Mampu dan Mau’ (Willing and Able)
Tantangan substantif Israel yang tersisa adalah prinsip komplementaritas (Pasal 17 Statuta Roma). Prinsip ini menyatakan bahwa ICC hanya dapat mengintervensi jika negara yang memiliki yurisdiksi primer (home state) “tidak mau atau tidak mampu” secara sungguh-sungguh (genuinely) menyelidiki atau menuntut kejahatan tersebut.
Israel berulang kali menyatakan memiliki sistem peradilan militer yang kuat dan independen, sehingga kasus-kasus tersebut harus dianggap inadmissible (tidak layak disidangkan) di ICC. Namun, ICC dan Jaksa Penuntut dapat berargumen bahwa penyelidikan Israel berfokus pada pelanggaran tingkat rendah dan tidak secara memadai menargetkan tanggung jawab pidana dari para pemimpin di tingkat atas, seperti Netanyahu dan Gallant, yang merancang kebijakan militer.
Penolakan banding ini memberi Jaksa ICC waktu dan ruang yang dibutuhkan untuk terus mengumpulkan bukti yang menantang klaim komplementaritas Israel. Jaksa harus menunjukkan bahwa proses hukum domestik Israel, baik dalam rancangan atau pelaksanaannya, tidak dirancang untuk membawa para pelaku tingkat atas ke hadapan keadilan atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dituduhkan.
Dinamika Geopolitik dan Keterlibatan Pihak Ketiga: Tekanan dan Sanksi
Keputusan ICC untuk mempertahankan surat perintah penangkapan telah menarik kasus ini ke dalam pusaran dinamika geopolitik yang jauh melampaui konflik Israel-Palestina. Keterlibatan pihak ketiga, terutama Amerika Serikat, sangat menentukan tingkat akuntabilitas internasional yang dapat dicapai.
Peran Amerika Serikat dan Sanksi yang Ditarik
Dukungan AS terhadap Israel telah menjadi penghalang terbesar bagi penegakan hukum ICC. Meskipun AS bukan anggota Statuta Roma, AS memiliki pengaruh politik dan ekonomi yang besar terhadap negara-negara anggota ICC. Pernah ada periode di mana AS menjatuhkan sanksi (kemungkinan pada bulan Juni 2025) terhadap hakim dan staf ICC sebagai tanggapan langsung atas tindakan yang menargetkan Israel. Meskipun sanksi-sanksi ini mungkin telah dicabut (atau diubah), tindakan tersebut merupakan preseden buruk, yang menunjukkan upaya untuk mengintimidasi lembaga peradilan internasional.
Dua hakim yang disebut-sebut dijatuhi sanksi tersebut merupakan anggota panel yang kemudian memutuskan menolak permintaan Israel untuk mencabut surat perintah penangkapan Netanyahu. Hal ini menunjukkan bahwa para hakim ICC, meskipun menghadapi tekanan politik yang luar biasa, tetap berupaya untuk menjunjung tinggi independensi Mahkamah.
Solidaritas dan Fragmentasi Global
Penolakan banding ini memperkuat polarisasi yang ada di dunia:
- Blok Solidaritas dengan ICC: Negara-negara anggota yang berkomitmen pada Statuta Roma, serta seluruh komunitas hak asasi manusia, menganggap keputusan ICC sebagai penegasan supremasi hukum. Negara-negara dari Eropa, Amerika Latin, dan Afrika melihat ini sebagai momen penting bagi sistem peradilan internasional.
- Blok Penentang ICC: Israel, AS, dan negara-negara lain yang menentang intervensi ICC (seringkali karena kekhawatiran bahwa pemimpin mereka sendiri mungkin menjadi target di masa depan) akan meningkatkan upaya diplomasi internasional untuk membatasi efek praktis dari surat perintah tersebut. Ini termasuk tekanan di forum PBB dan bilateral untuk menghindari kunjungan Netanyahu dan Gallant.
Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes against Humanity)
Tuduhan ini berfokus pada tindakan yang merupakan bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang diarahkan terhadap penduduk sipil, termasuk:
- Pembunuhan (Murder) dan Pemusnahan (Extermination): Merujuk pada kematian warga sipil dalam skala besar yang diduga merupakan hasil dari kebijakan atau praktik militer yang sistematis.
- Persekusi (Persecution): Tindakan diskriminatif yang disengaja terhadap penduduk sipil Palestina berdasarkan alasan politik, rasial, atau keagamaan.
Keputusan ICC untuk menolak banding Israel secara hukum memperkuat keyakinan Jaksa bahwa ada alasan yang wajar untuk menduga pejabat Israel ini bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan tersebut, menempatkan beban pembuktian yang lebih besar pada Israel untuk membantah temuan ini melalui proses komplementaritas yang kredibel.
Penolakan Banding Israel dan Putusan ICC Diperkuat: Analisis Hukum
Penolakan banding oleh ICC pada 17 Oktober 2025 menjadi titik balik signifikan dalam proses hukum internasional ini. Banding yang diajukan oleh Israel bertujuan untuk membatalkan atau menangguhkan surat perintah penangkapan, dengan berargumen bahwa keputusan Majelis Praperadilan sebelumnya mengenai yurisdiksi tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Dasar Penolakan Banding
Pada 17 Oktober 2025, ICC menegaskan penolakan banding Israel. Panel hakim, kemungkinan besar dari Kamar Banding atau Majelis Praperadilan yang mendapat mandat, menyatakan isu yang diajukan Israel bukanlah hal yang dapat diajukan banding (non-appealable).
Dalam dokumen setebal 13 halaman yang dirujuk, ICC menegaskan:
“Permohonan Israel untuk mengajukan banding tidak memenuhi syarat formal dan substansial, sehingga ditolak secara keseluruhan. Secara prosedural, banding ini tidak sesuai dengan Pasal 82(1)(a) Statuta Roma, yang membatasi banding pada keputusan-keputusan tertentu, dan keputusan surat perintah penangkapan (berdasarkan Pasal 58) serta keputusan yang menolak penarikan surat perintah bukanlah salah satunya. Secara substansial, Mahkamah mengulangi bahwa temuan hukum dan faktual yang mendasari surat perintah, termasuk mengenai yurisdiksi Mahkamah, tetap valid.”
Keputusan ini menggarisbawahi interpretasi ICC terhadap Statuta Roma, yaitu bahwa tantangan terhadap yurisdiksi (Pasal 19) harus diajukan pada tahapan yang tepat, dan penerbitan surat perintah penangkapan (Pasal 58) didasarkan pada temuan Jaksa bahwa ada alasan yang wajar untuk percaya bahwa kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan.
Tantangan Pelaksanaan Surat Penangkapan: Risiko Politik dan Diplomasi Internasional
Meskipun Mahkamah Pidana Internasional telah mengeluarkan dan mempertahankan surat perintah penangkapan, pelaksanaan surat perintah penangkapan tersebut dihadapkan pada risiko politik dan tantangan diplomatik yang sangat besar. ICC tidak memiliki kekuatan polisi sendiri; ia bergantung sepenuhnya pada negara anggota ICC untuk melaksanakan penangkapan.
Kewajiban Negara Anggota ICC
Berdasarkan Statuta Roma, semua negara anggota ICC (saat ini lebih dari 120 negara) memiliki kewajiban hukum untuk menahan Netanyahu dan Gallant jika mereka memasuki wilayah yurisdiksi mereka. Negara-negara Uni Eropa, Jepang, Kanada, dan banyak negara di Amerika Latin dan Afrika berada dalam posisi dilematis ini. Jika salah satu pejabat Israel tersebut mendarat di negara anggota ICC, negara tersebut wajib melaksanakan penangkapan. Kegagalan untuk menahan dapat dianggap melanggar kewajiban Statuta Roma dan dapat memicu kritik atau bahkan sanksi dari badan pengelola ICC.
Peran Negara Non-Anggota
Bagi negara-negara non-anggota ICC seperti Israel, AS, Rusia, dan Tiongkok, surat perintah ini tidak memiliki kewajiban hukum langsung. Namun, mereka masih dapat berkolaborasi dengan ICC di bawah perjanjian ad-hoc. Indonesia, sebagai negara non-anggota, telah menyatakan dukungan kuatnya terhadap langkah ICC, melihatnya sebagai upaya penting untuk mencapai keadilan global.
Dukungan Penuh dari Kelompok HAM dan Palestina
Sebaliknya, Otoritas Palestina dan banyak negara anggota ICC, terutama dari Global South, menyambut baik keputusan ini. Mereka melihat penolakan banding sebagai kemenangan bagi akuntabilitas internasional dan korban dalam konflik Timur Tengah.
Organisasi hak asasi manusia terkemuka secara global, seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, merilis pernyataan yang memuji ketegasan ICC.
- Amnesty International (saran link dofollow) menyebut keputusan ini sebagai langkah penting yang tidak bisa diabaikan menuju keadilan. Mereka menekankan bahwa penolakan banding memastikan bahwa proses penyelidikan atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap warga sipil Gaza akan terus berlanjut. Mereka mendesak semua negara anggota ICC untuk menegakkan kewajiban mereka tanpa pengecualian.
- Human Rights Watch (saran link dofollow) menganalisis keputusan tersebut sebagai sinyal kuat bahwa hukum internasional berlaku untuk semua, terlepas dari kekuasaan politik. Mereka menyoroti bahwa surat perintah penangkapan ini berfungsi sebagai penangkal (deterrent) dan sebagai harapan bagi para korban bahwa sistem peradilan internasional, meskipun lambat dan terkendala, pada akhirnya dapat berfungsi.
Prospek Proses Hukum dan Dampak Global: Menetapkan Preseden Hukum
Keputusan ICC untuk menolak banding Israel memiliki implikasi jangka panjang yang mendalam terhadap prospek proses hukum di masa depan dan keadilan global secara keseluruhan.
Peran Kunci Kamar Praperadilan
Setelah penolakan banding, fokus utama proses hukum internasional beralih kembali ke Kamar Praperadilan I. Kamar ini masih harus memutuskan gugatan substantif Israel mengenai admissibility (kelayakan kasus) di bawah prinsip komplementaritas. Jika Kamar Praperadilan memutuskan bahwa sistem peradilan Israel tidak mampu atau tidak mau menyelidiki kejahatan yang dituduhkan secara bona fide, maka ICC akan menegaskan yurisdiksinya secara penuh.
Jika ICC memenangkan yurisdiksi, proses hukum terhadap Netanyahu dan Gallant akan berlanjut ke tahap pemeriksaan formal, yang dapat diikuti oleh tuntutan pidana resmi. Pada titik ini, peran Jaksa ICC menjadi krusial dalam mengumpulkan bukti dan menyiapkan kasus untuk persidangan.
Masa Depan Keadilan Global
Meskipun tantangan penegakan hukum ICC sangat besar—seperti yang terlihat dari kegagalan untuk menangkap beberapa tokoh yang dicari lainnya—nilai simbolis dan hukum dari penolakan banding ini tidak dapat dilebih-lebihkan. Ini adalah penegasan kembali komitmen Mahkamah terhadap mandatnya: mengakhiri impunitas bagi para pelaku kejahatan internasional yang paling serius. Sistem peradilan internasional memang bergerak lambat, namun setiap keputusan yang menolak upaya untuk menghindari pertanggungjawaban, seperti yang terjadi pada 17 Oktober 2025, memperkuat fondasi keadilan global untuk generasi mendatang.
Prinsip Komplementaritas: ‘Mampu dan Mau’ (Willing and Able)
Tantangan substantif Israel yang tersisa adalah prinsip komplementaritas (Pasal 17 Statuta Roma). Prinsip ini menyatakan bahwa ICC hanya dapat mengintervensi jika negara yang memiliki yurisdiksi primer (home state) “tidak mau atau tidak mampu” secara sungguh-sungguh (genuinely) menyelidiki atau menuntut kejahatan tersebut.
Israel berulang kali menyatakan memiliki sistem peradilan militer yang kuat dan independen, sehingga kasus-kasus tersebut harus dianggap inadmissible (tidak layak disidangkan) di ICC. Namun, ICC dan Jaksa Penuntut dapat berargumen bahwa penyelidikan Israel berfokus pada pelanggaran tingkat rendah dan tidak secara memadai menargetkan tanggung jawab pidana dari para pemimpin di tingkat atas, seperti Netanyahu dan Gallant, yang merancang kebijakan militer.
Penolakan banding ini memberi Jaksa ICC waktu dan ruang yang dibutuhkan untuk terus mengumpulkan bukti yang menantang klaim komplementaritas Israel. Jaksa harus menunjukkan bahwa proses hukum domestik Israel, baik dalam rancangan atau pelaksanaannya, tidak dirancang untuk membawa para pelaku tingkat atas ke hadapan keadilan atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dituduhkan.
Dinamika Geopolitik dan Keterlibatan Pihak Ketiga: Tekanan dan Sanksi
Keputusan ICC untuk mempertahankan surat perintah penangkapan telah menarik kasus ini ke dalam pusaran dinamika geopolitik yang jauh melampaui konflik Israel-Palestina. Keterlibatan pihak ketiga, terutama Amerika Serikat, sangat menentukan tingkat akuntabilitas internasional yang dapat dicapai.
Peran Amerika Serikat dan Sanksi yang Ditarik
Dukungan AS terhadap Israel telah menjadi penghalang terbesar bagi penegakan hukum ICC. Meskipun AS bukan anggota Statuta Roma, AS memiliki pengaruh politik dan ekonomi yang besar terhadap negara-negara anggota ICC. Pernah ada periode di mana AS menjatuhkan sanksi (kemungkinan pada bulan Juni 2025) terhadap hakim dan staf ICC sebagai tanggapan langsung atas tindakan yang menargetkan Israel. Meskipun sanksi-sanksi ini mungkin telah dicabut (atau diubah), tindakan tersebut merupakan preseden buruk, yang menunjukkan upaya untuk mengintimidasi lembaga peradilan internasional.
Dua hakim yang disebut-sebut dijatuhi sanksi tersebut merupakan anggota panel yang kemudian memutuskan menolak permintaan Israel untuk mencabut surat perintah penangkapan Netanyahu. Hal ini menunjukkan bahwa para hakim ICC, meskipun menghadapi tekanan politik yang luar biasa, tetap berupaya untuk menjunjung tinggi independensi Mahkamah.
Solidaritas dan Fragmentasi Global
Penolakan banding ini memperkuat polarisasi yang ada di dunia:
- Blok Solidaritas dengan ICC: Negara-negara anggota yang berkomitmen pada Statuta Roma, serta seluruh komunitas hak asasi manusia, menganggap keputusan ICC sebagai penegasan supremasi hukum. Negara-negara dari Eropa, Amerika Latin, dan Afrika melihat ini sebagai momen penting bagi sistem peradilan internasional.
- Blok Penentang ICC: Israel, AS, dan negara-negara lain yang menentang intervensi ICC (seringkali karena kekhawatiran bahwa pemimpin mereka sendiri mungkin menjadi target di masa depan) akan meningkatkan upaya diplomasi internasional untuk membatasi efek praktis dari surat perintah tersebut. Ini termasuk tekanan di forum PBB dan bilateral untuk menghindari kunjungan Netanyahu dan Gallant.
Kesimpulan: Masa Depan Akuntabilitas Internasional
Penolakan banding Israel oleh ICC pada 17 Oktober 2025 adalah keputusan penting yang mengukuhkan validitas surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant. Keputusan ini, yang didukung oleh Statuta Roma dan prinsip-prinsip hukum internasional, secara efektif menepis upaya Israel untuk menghindari akuntabilitas internasional melalui jalur banding prosedural.
Meskipun tantangan pelaksanaan surat penangkapan tetap ada karena Israel bukan anggota ICC dan adanya risiko politik serta diplomasi internasional yang kompleks, keputusan ini memiliki bobot simbolis dan hukum yang sangat besar. Ini menegaskan bahwa sistem peradilan internasional, meskipun rentan terhadap tekanan politik dan isu yurisdiksi ICC, pada akhirnya dapat bergerak maju demi keadilan global. Kasus ini menjadi preseden hukum yang krusial, menentukan cara dunia akan menegakkan tanggung jawab pidana individu di masa depan, terutama bagi para pemimpin negara yang paling kuat.
Semua mata kini tertuju pada Kamar Praperadilan ICC, yang akan membuat keputusan akhir mengenai tantangan yurisdiksi substantif Israel. Hasil dari keputusan tersebut akan menjadi penentu apakah surat perintah penangkapan ini akan menjadi ancaman nyata yang menempatkan Netanyahu dan Gallant di jalur persidangan, atau hanya menjadi hambatan risiko politik dan perjalanan yang permanen.
RESMI LEGION GO 2 MENGGILA di Indonesia! Bongkar Habis Harga Promo dan Upgrade Gila-Gilaan Handheld Gaming Terbaik dari Lenovo!
HEBOH! Prabowo Sentil Kocak Menkeu Purbaya Soal Gelar Profesor: ‘You Ada Enggak?’ – Momen Santai di Kejagung
TENTANG DISKUSIBERITA.COM
DiskusiBerita.com adalah portal berita independen yang menyajikan informasi aktual, akurat, dan berimbang. Kami menghadirkan berita nasional, ekonomi, teknologi, hiburan, hingga opini publik dengan gaya profesional dan terpercaya. Di sini, setiap fakta layak dibahas, dan setiap suara berhak untuk didengar secara cerdas dan objektif.
Keunggulan DiskusiBerita.com
DiskusiBerita.com tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga menghadirkan analisis mendalam dan sudut pandang kritis. Setiap artikel kami dirancang untuk mengajak pembaca berpikir, bukan sekadar membaca.
Kami berdiri tanpa intervensi politik maupun kepentingan bisnis tertentu. Integritas dan objektivitas adalah fondasi utama dalam setiap pemberitaan yang kami sajikan.
Setiap berita dikurasi agar relevan dan berdampak. Kami fokus memberikan pemahaman yang mendalam, bukan sekadar mengejar angka views.
Kami membuka ruang bagi pembaca untuk berpendapat dan berdiskusi langsung di setiap topik — karena suara publik adalah bagian penting dari kebenaran.
Tampilan cepat, responsif, dan fitur interaktif kami dirancang untuk pengalaman membaca modern di semua perangkat.
Kami menjadi mitra strategis bagi brand untuk menghadirkan konten promosi yang elegan dan kredibel, menjaga keseimbangan antara nilai jurnalistik dan kepentingan bisnis.
SATU KLIK DISKUSIBERITA SEMUA INFORMASI TERKINI
NASIONAL Berita dan ulasan mendalam seputar isu-isu terkini di dalam negeri, meliputi perkembangan sosial, budaya, kriminal, dan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan masyarakat Indonesia.
INTERNATIONAL Liputan komprehensif dari seluruh penjuru dunia, mencakup peristiwa global, hubungan antarnegara, konflik, kerjasama, dan perkembangan yang memengaruhi skala internasional.
POLITIK Analisis dan laporan tentang dinamika politik, pemerintahan, pemilu, kebijakan, serta tokoh-tokoh politik di tingkat nasional maupun daerah.
TEKNOLOGI Informasi terbaru tentang inovasi teknologi, gawai, aplikasi, perkembangan digital, ilmu pengetahuan, serta tips dan trik dunia teknologi.
OLAHRAGA Berita, skor, dan ulasan lengkap dari berbagai cabang olahraga, baik lokal maupun internasional, termasuk sepak bola, bulu tangkis, basket, dan event olahraga besar lainnya.
OTOMOTIF Berita terbaru tentang industri kendaraan, peluncuran mobil dan motor baru, modifikasi, tips perawatan, serta ulasan seputar dunia transportasi.
FINANSIAL Panduan dan berita seputar keuangan pribadi, investasi, pasar modal, ekonomi makro, bisnis, perbankan, dan tips mengelola uang untuk mencapai kebebasan finansial.
HIBURAN Segala hal tentang dunia entertainment, mulai dari kabar selebriti, resensi film, musik, game, hingga tren gaya hidup dan budaya populer yang sedang hangat.
WISATA Inspirasi destinasi perjalanan, ulasan tempat wisata populer, tips traveling, kuliner, dan panduan liburan menarik dari seluruh Indonesia dan mancanegara.
ENTERTAINMENT Kategori Entertainment di DiskusiBerita.com menghadirkan berbagai berita, ulasan, dan tren terkini dari dunia hiburan — baik lokal maupun internasional.
INFORMASI
Diskusi berita adalah lebih dari sekadar forum; ia adalah laboratorium nalar kolektif kita. Mari kita terus bekerja sama, memelihara tempat ini sebagai suar kejelasan di tengah lautan informasi yang membingungkan.
Terima kasih atas partisipasi Anda yang luar biasa. Ingatlah, kekuatan sejati sebuah berita bukan terletak pada seberapa hebohnya ia disiarkan, melainkan pada seberapa cerdas ia didiskusikan.
Sampai jumpa di utas dan topik diskusi berikutnya!
>